Salam Pembuka Kusampaikan pada Dunia

Bismillahirrahmannirrahim.
Assalamu’alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Apa kabar, semua? Semoga masih dalm rahmat dan bimbingan Allah menuju jalan-Nya. Amin. Tulisan pembuka dariku. Ketikan tuts demi tuts ini semoga mampu membuka jalan dari yang lain.

Jum’at, 28 Januari 2011. Hari yang cerah untuk daerah Malang dan sekitarnya. Pagi yang dingin membukanya dengan indah. Lembaran baru dibuka sudah. Goresan demi goresan langkah kita, akan kembali kita mulai hari ini. Hari baru tentu akan dibarengi dengan semangat baru, dan….. pelajaran baru. Insya Allah..


Perjuangan menanti di setiap derap langkah para pejuangnya. Sebuah seminar tentang kepenulisan diselenggarakan di Universitas Negeri Malang. Acara yang luar biasa yang diadakan oleh anak-anak BDM Al-Hikmah. Sebuah acara yang membahas tentang kepenulisan dan bagaiman kita bisa menjadi penulis dan mengapa kita harus menulis.


Bagi sebagian orang mungkin beranggapan bahwa menulis adalah mudah, hanya perlu kertas dan ballpoint, lalu menulislah. Dalam sekejap kertas putih bersih itu kini berubah menjadi hitam penuh goresan tinta kata terbalut kalimat. Benarkah sesederhana itu menulis, ? Kurasa tidak. Kebanyakan orang hanya melihat tentang hasil akhir, tapi mengabaikan bagaimana proses pengantarnya. Kebanyakan orang melihat dan menginginkan hasil yang ia peroleh sama dengan orang yang ia kagumi, tapi tak mau dan acuh terhadap langkah menujunya. Miris. Padahal kitapun tak akan pernah bisa merasakan kenyang kalau kita tak berusaha untuk setidaknya membeli kalau tak mau lebih bersusah payah memasak masakan sendiri lalu kemudian “bersusah payah” mengunyahnya, baru kemudian kita bisa merasakan kenyang itu.


Seorang penulis tak lantas kemudian ia mampu menghasilkan tulisan yang agung di awal karyanya. Ia juga pernah mengalami dan merasakan apa yang saat ini mungkin kita rasakan. Ia pernah harus terdiam berapa lamanya menghadap kertas tanpa tau kata apa yang harus ia tulis. Ia juga pernah merasakan menghasilkan beberapa kata saja dalam waktu yang tak bisa dibilang sedikit. Apa yang kita rasa saat ini mungkin juga pernah para penulis besar dan hebat itu rasakan. Tapi, di mana letak perbedaannya? Apa yang kemudian mampu menjadikan mereka begitu pandai menggores dan merangkai kata? Apa yang kemudian mampu menjadikan mereka begitu terkenal, sekarang?


Semangat, kemauan yang tinggi, dan pantang menyerah.


Gagal bukan akhir segalanya. Mungkin kata-kata itu terdengar sangat klise, tapi itulah kenyataannya. Sebuah motivasi yang indah yang pernah kudapat dari tempat bimbelku dahulu adalah bahwa “TIDAK ADA KATA GAGAL. YANG ADA HANYALAH BELAJAR ATAU BERHASIL” ya, ! hidup ini adalah belajar dan terus belajar. Bukankah belajar itu sama dengan menuntut ilmu, dan bukankah kita sebagai seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat? Lalu, mengapa kita harus bersedih dan mengeluh saat kita belum berhasil? Buaknkah dengan itu justru kita belajar tentang bagaimana yang seharusnya. Hidup ini penuh dengan pelajaran bagi mereka yang menyadarinya. Betapa banyak ayat dalam Al-quran yang menyebutkan bahwa “di dunia ini terdapat tanda-tanda bagi orang yang berfikir” Bukankah ini cukup? Dunia ini penuh dengan pelajaran. Hikmah, bagi mereka yang pandai bersyukur dan tak cepat mengeluh.


Begitupun dalam dunia tulis-menulis ini. Kalau dulu aku pernah dapat cerita dari kakak angkatanku bahwa ia pernah mencoba menerbitkan tulisannya ke media massa. Dan tulisannya baru dimuat di media massa itu setelah mengirimkan 27 artikel. Waw, ! Dan ia tak pernah menyerah, kawan. Itu lebihnya. Pada dasarnya antara kita dan mereka, para penulis hebat itu, tak ada bedanya. Yang membedakan hanyalah pada semangat dan kemauan untuk terus mencoba dan mengasah diri. TITIK.


Bukankah Allah menciptakan manusia dengan potensi dan kemampuan yang sama?
Jika dengan membaca kau akan MENGENAL dunia, maka dengan menulis, kau akan DIKENAL oleh dunia.


Sejenak, ini merupakan perenungan berharga buatku. Setelah sekian lama vacuum dari dunia tulis menulis, aku kemudian berfikir untuk meretasnya lagi, walau mungkin harus dari awal lagi. tak apalah. Hanya perlu memasang sebuah “alasan, mengapa” untuk kemudian kita mau dan mampu untuk berbuat.


Ada banyak orang yang kemudian tergugah dan terbuka hatinya akan indah dan sempurnanya ISLAM setelah mereka membaca buku? Tak cukupkah itu alasan untukmu untuk memulainya?



Syaza Qurratu’ain Maryam :: Malang, Perpus UB, Sabtu, 29 Januari 2011 :: 17.59 WIB

0 coment:

Posting Komentar